Kamis, 14 Januari 2016

Tiga Bulan Bersama Blog Pribadiku dan Setahun Kebangkitan Menulis

Januari 14, 2016 Nahariyha Dewiwiddie
Sumber gambar: hubspot.net

Sejak tulisan pertama di Kompasiana pada awal tahun 2015 dilabeli dua “nilai” sekaligus: Pilihan dan Headline, perlahan membangkitkan semangat saya untuk menulis dan menulis lagi, sekaligus mempertegas bahwasanya menulis adalah passion dan duniaku yang cocok dengan kepribadianku selama ini. yaaa, memang cocok! Melankolis-plegmatis-yang cenderung untuk prefeksionis meskipun sangat tidak mungkin karena kekurangan saya sebagai manusia biasa. Meskipun demikian, saya berusaha untuk belajar menulis dan menulis, agar semakin enak dibaca, minimal.

Waktu setahun, tepatnya pada waktu 2015 ini apa yang telah saya baca, rasakan dan sesekali merasakan pengalaman baru saat liburan, belum cukup untuk menuliskan artikel-artikel yang terbilang banyak. Makanya, sebagian saya berfiksi lewat puisi, menulis sastra yang sudah lamaa sekali menjadi minat saya. Liburan dan pengalaman itulah yang benar-benar memberi inspirasi baru, lumayan banyaak lah!

Tapi, saya sadar itu! Kompasiana rasanya tidak mungkin “menampung” artikel saya semuanya. Bukannya tidak mau dan tidak cukup—tapi lebih ke alasan kualitas tulisan. Karena alasan itulah, beberapa artikel saya yang telah ditulis lebih memilih ditampung di blog pribadi saya, dewiwiddie.blogspot.com. sebagian besar yaa catatan ringan, kejadian pada skala lokal, bedah buku bersama penulis lokal dan indie (kecuali Kompasianer), dan hal-hal lainnya, yang penting bermanfaat dan inspiratif. Istilahnya sih, ditulis dipisah.

Jangan heran jika nulis di Kompasiana, bisa dibilang jarang karena tidak ada ide yang bisa dibilang layak ditulis di sana. Memang semua artikel yang bersifat novelty (kebaruan), puisi-puisi, dan artikel yang berdasarkan beritalah yang biasa menulis di sana. Yaa, sekalian nyampai aspirasi ke pemerintah, iyaaa kan?

Hari ini, tanggal 14 Januari adalah tepat tiga bulan membuat blog baru, dan 15 Januari, keesokan harinya, adalah titik balik kebangkitan menulis saya. Saya sadaaar sekali bahwa pengetahuan masih kurang untuk menulis. Yaaa memang menulis harus punya ilmu lah. Mememukan menulis sebagai dunia saya, memaksa saya untuk terus membaca dan membaca, apalagi membaca buku! belajar hal-hal baru dari berbagai sumber, dan mencari pengalaman baru dengan berusaha mendatangi bedah buku bersama motivator dan penulis terkenal serta penulis lokal dan indie, kalau bisa. Selain itu, saya harus rajin berpikir kreatif dan menggabungkan dua hal yang berbeda, menjadi satu topik artikel.

Memang, kadang saya malas baca buku, padahal saya suka baca. Memang diri ini minta dicambuk yaa, biar bisa banyak-banyak baca literatur. Dulunya sih saya tidak melakukan apapun, bingung menemukan minat dan duniaku yang sebenarnya, kecuali baca artikel online yang kurasakan manfaatnya sampai saat ini. Nulis? Waaah gak kepikiran, udah lupa sama blog sosial ini.

Ya, saya sangat bersyukur, Tuhan telah mengarahkan saya untuk masuk pada dunia menulis, meskipun saya bodoh karena tidak tahu dunia menulis dan masih tertular copy paste. Dan saya sangaaat berterima kasih, telah dikasih kesempatan untuk mengasah kemampuan itu, meskipun belajar menulis secara ototidak di Kompasiana dan juga blog pribadi, biar hidup bisa bermanfaat dan lebih bermakna. Daripada nganggur yang gak jelas, sedangkan saya tidak punya kemampuan apa-apa semenjak lulus SMA. Mending ngisi waktu dengan hal-hal positif dengan melakukan hal-hal apa saja, siapa tahu berguna untuk pekerjaan bukan?

Salam hangat dan sampai jumpa lagi!


Minggu, 10 Januari 2016

Alasan Mengapa Pelajaran TIK Perlu Dihidupkan Kembali

Januari 10, 2016 Nahariyha Dewiwiddie
Sumber gambar: wallpaperswide.com

Membaca berita tentang petisi para guru TIK, dari salah seorang Kompasianer, untuk mengembalikan pelajaran TIK sebagai pelajaran di sekolah, memang saya diacungi jempol. Bagaimana tidak, Ilmu komputer sangat penting untuk diajarkan para siswa, terlebih di negara-negara maju, Computer Science telah dimasukkan dalam pelajaran yang diajarkan di sekolah yang terdapat di negara tersebut.

Padahal, di Indonesia, telah banyak perguruan tinggi yang mengajarkan Ilmu Komputer. Bahkan sudah banyak siswa-siswi yang mengikuti Olimpiade tentang Komputer. Lha, masak sampai saat ini Kemendikbud menghapuskan pelajaran TIK terus diganti dengan Prakarya?

Nah, dalam pembahasan kali ini, akan dijelaskan mengapa pelajaran TIK perlu dihidupkan kembali:

1. Agar memudahkan untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah dan agar terhindar dari gagap teknologi

Hei! Zaman sekarang tuh ya, sudah zamannya teknologi. Penguasaan TIK harus menjadi nomor satu, dan harus diberikan pada siswa-siswi yang sedang menjalankan pendidikan, terutama SMP dan SMA. Mengapa? Karena bakal ada tugas-tugas yang mesti bersentuhan dengan komputer, misalnya ya, laporan atau makalah, ngirim tugas lewat e-mail ke gurunya, membuat materi presentasi di depan kelas lewat aplikasi Microsoft PowerPoint, sampai ujian CBT pun harus bisa mengoperasikan komputer. Kan lucu jika hendak melakukan kegiatan yang penting tanpa memahami dasarnya?

Selain itu, dengan diajarkannya TIK, para siswa di sekolah dapat terhindar dari “penyakit” gagap teknologi. Nah, “penyakit” gagap teknologi merupakan persoalan besar yang harus dibasmi di abad 21 ini.

2. Masih banyak siswa yang kurang paham mengoperasikan komputer

Memang zaman sekarang ya, semua bisa dipelajari dasar pengoperasian komputer lewat literatur. Padahal, tidak semua siswa bisa paham pengoperasian komputer dengan satu cara belajar saja (lewat buku, misalnya) Masih ingat gak, gaya belajar visual-audio-kinestik? Bagi siswa yang gaya belajarnya butuh penjelasan dan peragaan, mereka ya sudah pasti, dalam belajar komputer membutuhkan guru TIK. Coba kalau tak ada guru TIK? Ya, sudah pasti akan tetap kesulitan, bukan?

3. Tidak semua siswa memiliki komputer pribadi di rumah, juga tidak semua sekolah memiliki fasilitas lab komputer

Memang, tidak semua rumah tangga di Indonesia memiliki komputer pribadi, minimal laptop di rumah. Tentu, ini dikarenakan harga laptop di Indonesia, harganya jutaan rupiah. Sedangkan, masih banyak jutaan warga miskin yang penghasilannya hanya cukup untuk makan saja. Jangankan biaya sekolah, beli laptop saja uangnya tidak cukup!

Apalagi sekolah-sekolah di daerah yang tidak memiliki fasilitas komputer. Setidaknya, untuk membeli puluhan unit komputer, perlu biaya banyak, puluhan juta, jika tidak disubsidi pemerintah! Kecuali, kalau dapat bantuan komputer dari pemerintah dan para dermawan....

Nah, untuk menyukseskan pembelajaran TIK, setidaknya harus dibutuhkan ketersediaan listrik yang cukup. Bagaimana tidak, lha listrik di Indonesia masih menjadi persoalan besar yang tak kunjung selesai. Pemadaman listrik masih terjadi di mana-mana. Jadi, dengan dihidupkannya TIK, diharapkan pemerintah agar secepatnya menyediakan layanan listrik yang memadai dengan memperbaiki infrastrukur di bidang kelistrikan. Atau dengan bantuan masyarakat, pejabat pemerintahan, dan pihak terkait serta PLN untuk menghasilkan energi alternatif, boleh juga! Semoga krisis listrik bisa segera diakhiri, ya!

Salam hangat dan sampai jumpa lagi!

Generasi Muda, Ayo Asah Bakat!

Januari 10, 2016 Nahariyha Dewiwiddie
 
Sumber gambar: Thinkstockphotos/kompas.com

“Sudah lulus SMA, mau kuliah, atau kerja?”

Dua pilihan yang seringkali kita tanyakan, terutama nih, anak-anak yang telah menamatkan pendidikan menengah atas. Bagi yang mampu dan diterima di perguruan tinggi pilihan, kuliah pastinya yang akan dijalani oleh anak-anak lulusan SMA. Kalau tidak, mereka akan bekerja, dimanapun. Itupun jika ada keterampilan yang memadai.

Lantas, bagaimana dengan anak-anak lulusan SMA yang tidak kuliah dan bekerja alias berdiam di rumah! Tenang, jangan bersedih hati. Banyak jalan untuk mengisi waktu luang di rumah! Apalagi kalau sudah bekerja, mengasah bakat itu berguna lho untuk menambah nilai tambah dalam kehidupan!

Nah, daripada tergoda untuk pesta dan berpergian yang tak bermanfaat—mabuk-mabukan misalnya, alangkah baiknya untuk mengasah bakat dan minat pada anak muda!  Nah, disini, saya akan menjelaskannya lebih lanjut. Siaap?

Pentingnya Mengasah Bakat pada Generasi Muda

Antara orang yang satu dengan orang yang lainnya adalah unik, dan pastinya setiap orang dikaruniai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda. Meskipun kita dikaruniai bakat dan kemampuan yang luar biasa, jika tidak diasah, ya percuma saja!

Tapi masalahnya, keterbatasan waktu seringkali menjadi kendala bagi yang mengasah bakat sekaligus menekuni hobi, kecuali jika orang tersebut telah mengatur waktunya dengan baik. Oleh karena itu, mengasah bakat dan menekuni hobi ada waktu tersendiri dan jangan sampai menggangu kegiatan lainnya.

Nah, seperti inilah yang dilakukan oleh saya selepas dari tamat SMA. Menulis. Sewaktu SMA, tugasnya memang menumpuk-numpuk, belum lagi, bersemangat ikutan lomba ekskul bersama beberapa sahabat, sehingga kegiatan menulis terlupakan, dan lebih suka membaca artikel di internet. Paling tidak, saya waktu SMP menulis catatan harian dan puisi, kalau di waktu SMA saya menulis beberapa puisi juga, itupun ada tugas dari gurunya.

Pertengahan tahun 2014, saya iseng bergabung di Kompasiana. Ternyata, setelah saya menulis beberapa artikel, pengalaman terindah masuk artikel pilihan sekaligus headline membuat saya bersemangat menulis dan terus memperbaiki kualitas tulisan, sampai saat ini. bahkan, jika ada kesempatan liburan dan ada event tertentu, pasti saya hadiri.

Oiya, mengasah bakat lewat menekuni hobi itu sangat berguna lho, seperti yang telah dijelaskan tadi, menambah nilai plus dalam kehidupan! Kita jadi tahu, potensi diri kita sendiri itu yang mana. Dengan demikian, kita secara tidak langsung, bisa mensyukuri anugerah Tuhan, bukan?

Nah, bukan tidak mungkin, hobi tersebut bisa mendatangkan uang dan hadiah karena memenangkan kompetensi menulis maupun hobi lainnya.

Salam hangat dan sampai jumpa lagi!

Sabtu, 09 Januari 2016

Sumber Mendapatkan Buku untuk Koleksi Perpustakaan Pribadi

Januari 09, 2016 Nahariyha Dewiwiddie


Bagi saya, kegiatan membaca buku dan mengoleksi buku yang saya beli merupakan cara saya menginvestasikan masa depan. Karena, ilmu yang terkandung pada buku menjadi sarana untuk memperkaya potensi kita sekaligus dimanfaatkan menjadi sumber referensi bagi yang suka menulis. Kan gak selamanya ngandalkan pengalaman, maklum masih hijau. Apalagi kalau kesempatan jalan-jalan untuk kepentingan tertentu yang bisa dibilang sangat langka bagi orang yang tidak kaya raya!

Sebagai orang yang tinggal di pedalaman Lampung, tentu untuk mendapatkan toko buku berkualitas harus berjuang menempuh waktu selama 2 jam untuk mencapai toko buku (alhamdulillah sudah pernah kesana naik mobil travel). tapi masalahnya, harga buku itu sangaaaat mahal bagi kantong penghasilan pas-pasan, sehingga hanya bisa membeli 1 buku.

Ya udah, untuk memperoleh buku, saya akan beri sumber mendapatkan buku untuk koleksi perpustakaan pribadi. Apa saja yaa?

1. Bazaar buku

Bazaar buku adalah salah satu tujuan saya utama untuk mendapatkan buku dengan harga miring. Biasanya buku-buku yang dijual ‘kan beragam. Tentu, saya mendahulukan kota terdekat mana yang menggelar bazaar buku. beruntung, kampung saya berdekatan dengan kota kecil di Lampung yang berjuluk Kota Pendidikan itu. Jadi, saya bisa membeli beberapa buku yang saya suka, dengan harga murah. Gak cukup di satu lokasi, tahun kemarin kota tersebut juga menggelar bazaar buku lainnya di lokasi berbeda. Lumayan, bisa menambah variasinya, terlebih dalam memburu buku-buku berkualitas.

Puas dengan satu bazaar buku di satu kota saja? Ya gak dong! Kalau ada bekal, saya usahakan deh, datang ke bazaar buku yang diadakan toko buku ternama di Bandar Lampung, baik di Kedaton maupun di Raden Intan. selain bisa leluasa membeli buku bermutu lebih banyak lagi, ya sekalian refreshing lah... maklum, saya jarang berkunjung ke sana sih....

Bagi saya, bazaar buku itu bagaikan taman-taman surga! Taman-taman yang dijadikan obyek wisata untuk melepas penat dan menyegarkan diri. Saya juga sebenarnya suka travelling, tetapi mengingat jalan-jalan itu menghabiskan banyak biaya dan ditengah penghasilan yang berkecukupan, ya satu-satunya berwisata “murah” ya di mall dan toko buku, itupun kalau ada bazaar dan ada uang banyaak.... pokoknya, memborong buku itu sangat asyik, sekaligus berwisata edukasi!

2. Toko Buku / Situs Belanja Online



Saya juga terkadang memesan buku di situs belanja online. Pernah saya beli buku terbitan baru, tapi pada umumnya saya berburu buku berkualitas terbitan lama yang persediaannya terbatas. Buku tentang Kompasiana, komik Islami Hijabo Comic, buku sejarah-biografi Putri Masako yang sedang saya pesan itu belinya lewat online. Kecuali Hijabo Comic, buku-buku terbitan lama tersebut sudah tidak dijual lagi di toko buku. kalau mau bela-belain di toko buku demi beli buku lawas tersebut, percuma saja! Mending cari persediaannya, pesan bukunya, bayar, barang diantarkan, selesai.

3. Pesan lewat Penulisnya Langsung

Saya jarang sekali pesan buku lewat penulis. Pertama kalinya pas lagi promo-promonya, saya tertarik banget sama isi bukunya. Terus pesan deh sama penulisnya. Kedua, karena persediaan buku biografi Brian sudah habis, maklum terbitan lama. Kalau beli di toko buku fisik, habis juga. Gak ketemu! Kabar gembiranya, buku tersebut masih ada lho sama penulisnya, seperti memberi harapan baru saja. Ya udah langsung pesan, bayar, dan akhirnya barang diantarkan sampai ke rumah! Alhamdulillaaah....

4. Hadiah dan Beli dari Ikutan bedah atau talkshow buku

                                      

Talkshow dan bedah buku bersama penulis terkenal dan orang-orang berprestasi, selain bisa dijadikan ide untuk mereportase, juga bisa mendapatkan hadiah buku kalau kita rajin bertanya. Gratis lagi!

Nah, inilah yang saya rasakan. Ketika saya mengikuti talkshow buku Inilah Saatnya untuk Action bersama Dominic Brian dan saya bertanya tentang kegalauan menulis ketika menulis di Kompasiana. Gara-gara pertanyaan tersebut, saya mendapatkan dua hadiah buku lama yang menurut saya sangaaaat bermanfaat. tapi yang satunya masih di Palembang, dipinjam saudara, hehe :D. Tapi , kalau saya sudah beli, ya ikhlasin aja deh, dikasih pada kerabat itu!

Ternyata, apa yang saya lakukan tadi terlihami dengan apa yang pernah saya baca di artikel bedah buku. kalau mau dapat hadiah buku, rajin-rajinlah bertanya! Kalau hadiah bukunya lagi pas di hati, alhamdulillah, kalau gak, bisa ditaruh di ruang khusus, untuk dijual atau dibagikan pada yang membutuhkan.

Dan, jika buku yang sedang dibedah itu saya sukai dan cocok setelah mendengarkan isi bukunya, saya juga beli bukunya lho! Gratisnya lagi, bisa mendapat tanda tangan dari penulisnya langsung!

5. Pemberian dari seseorang atau pihak tertentu

                                 

Ya, begitulah keuntungan saya menulis di blog sosial. Tulisan-tulisan saya bisa dimuat di buku keroyokan. Artinya, yang nulis bakal kebagian buku tersebut. Buku Sehangat Matahari Pagi adalah salah satu contohnya. Karena saya menulis tentang sosok tertentu, jadinya ya ikut dimuat. Oh ya, saya juga mendapatkan buku inspiratifnya juga lho! Lumayan lah...

6. Beli di toko buku secara langsung

Ada beberapa buku yang dibeli di toko buku secara langsung. Tapi, belinya pas lagi butuuuh banget untuk dibaca dan keuangan sedang mendukung. Ya itu tadi, harga buku di Indonesia gak terjangkau. Mahal. Hanya orang kaya yang bisa beli buku banyaak, hehe :D

Ya udah, itulah enam sumber mendapatkan buku untuk mengisi perpustakaan pribadi saya. Kalau kalian, biasanya mendapatkan buku lewat apa? Semoga buku yang kita punya bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain....

Salam hangat dan sampai jumpa lagi!

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini