Minggu, 20 Desember 2015

Lorong Waktu dan Perkenalan Saya dengan Komputer

Desember 20, 2015 Nahariyha Dewiwiddie

Ada yang tahu tidak, serial Lorong Waktu di SCTV? Anak yang lahir pada tahun 90-an pasti tahu, termasuk saya hehehe.... :D

Nah, waktu itu, saya tidak sengaja menonton serial ini saat siaran lokal pada waktu dini hari. Melihat tayangan tersebut, jadi teringat dan nostalgia pada masa lalu disaat sinetron mendidik lagi bagus-bagusnya dan booming... Ya Allaaah, hikmahMu pada bulan mulia ini, sungguh sempurnaaa....

Waktu itu, saya teringat dan sedikit hapal lagu pembuka lorong waktu 1, mesin waktu, dan paling saya ingat, ya komputer ala NASA itu... Dan tombol ENTER itulah, tombol keyboard komputer yang pertama kali saya kenal.

Yuppps, betul sekali! Anak orang biasa yang gak tau komputer karena gak punya komputer, di serial inilah kalian bisa mengenal komputer secara langsung, meski cuma monitor dan keyboard doang, hehe. bukannya mengenal teknologi salah satunya biar gak gaptek?

Setelah saya kenal benda itu, saya sempat melihat komputer secara langsung di kantor, dan ada logo windowsnya di monitor. Saya juga hidupin komputer tapi asal-asalan, apalagi ngetik sambil iseng, lha belum diajarin!

Nah, barulah waktu SMP, saya dikenalkan komputer dan seluk-beluknya. Saya jadi kenal internet, bisa ngetik, punya e-mail, media sosial, dan punya blog.... Terima kasih ya TIK.... :)

Oiya, sinetron ini penuh pelajaran lho, meskipun penuh kontroversi. Mau tahu? Kangen? Untuk di daerah Lampung, pantangin nih Lorong Waktu setiap jam setengah tiga atau jam tiga pagi ya!

Salam hangat dan sampai jumpa lagi!

Rabu, 16 Desember 2015

Stay in Peace...

Desember 16, 2015 Nahariyha Dewiwiddie
 
sumber gambar: alphacoders.com

Tidak selang dua bulan setelah perkara PK selesai, jagad Kompasiana ribut lagi. Yaaah, apalagi soal undangan makan siang bersama Pak Jokowi itu. Banyak yang protes lah, kecewa lah, tentang hal yang sama: MENGAPA SAYA TIDAK DIUNDANG?

Sontak saja, ternyata kebahagiaan bersama orang nomor satu di negeri ini membuat banyak orang iriiii.... "kapan sih saya bersama bapak Presiden?". Nah, selain pak Jokowi, siapa lagi ya, rakyat jelata yang diundang untuk berjumpa pak Presiden? Tidak ada! paling, hanya orang-orang berpestasi saja yang bisa berjumpa, itu pun sedikit sekali!

Waaah, saya jadi ingat ya, di Jepang, ada pemimpin yang bisa dibilang setara dengan pak Jokowi. Yup! Beliau adalah Kaisar Akihito, yang dekaat sekali dengan rakyat. Bahkan, rakyat biasa pun bisa berkesempatan berjumpa dengan beliau, tapi HANYA terbatas pada momen tertentu saja, tanggal 23 Desember (ulang tahun Kaisar) dan tanggal 2 Januari, tahun baru Jepang. Tapi, karena usianya sudah menua, ya beliau banyak berkegiatan di istana. Ya pantas saja!

Udaaah, kembali lagi ke masalah pak Jokowi tadi. Banyak yang tanya, mengapa sih Admin terkesan pilih kasih dalam memilih nama Kompasianer yang berhak diundang? Apalagi melihat berita-berita yang menyebutkan “Kompasianer yang aktif” . jelas saja, bikin sakit hati, apalagi saya yang tiba-tiba merindukan dan berkata dalam hati: “seandainya saja saya diundang, pasti kebahagiaan akan tiada tara dan bisa kopdaran untuk pertama kalinya!”

Tapi, saya gak kecewa. Saya hargai keputusan Admin itu. Gak peduliii mengharapkan bonus walaupun artikel (opini) saya sudah cukup baik dari segi kualitas. Buktinya saja, semua artikel opini saya pada bulan November lalu, terutama berdasarkan berita, semuanya diganjar Headline!

Maklum saja, saya hanya bisa menulis artikel satu buah per minggu. Mati kutu! Saya hanya bisa berdiam sambil menikmati bacaan. Dan, mungkin saja Admin menelpon saya tapi sayangnya, kelihatan gak aktif ya... maaf min, sejak jam 11 saya selalu tidur siang dan HP saya sengaja dimatikan, ditambah lagi saya tidak bisa ke Jakarta karena kondisi yang tidak memungkinkan.

Okelah, semenjak itu, saya ingin berdamai dengan diri saya sendiri. Ingin banget melupakan masalah itu. Pesan-pesan pak Jokowi begitu menyejukkan: tulislah dengan OPTIMIS! Ya, kalimat itulah yang berhasil membangkitkan semangat saya untuk menulis dan menulis lagi. Oh ya, saya punya mimpi. semenjak saya berjumpa dengan remaja pemegang rekor dunia Dominic Brian, saya ingin sekali ketagihan untuk berjumpa penulis hebat dan terkenal serta orang –orang berprestasi di bidangnya, lewat bedah buku dan seminar, misalnya Yudi Lesmana, Chef Bara, dan masih banyak lagi!

Karena saya orangnya cinta damai, saya tidak mau menulis artikel tentang hal-hal yang ribut itu. Saya hanya ingin menuliskan yang bermanfaat, memberi solusi (untuk diri sendiri) dan orang lain, juga bagi bangsa. Saya juga ingin menyebarkan insiprasi (untuk saya sendiri juga) lewat bedah buku dan seminar, yang dihadiri oleh orang terkenal. Duuuh, semenjak melihat kenangan saya bersama Dominic Brian, saya bangga deh sebagai blogger (Kompasiana)!

Nah, teman-teman semua, jaga perasaan damai dengan kalian. Jangan memancing emosi dan melukai perasaan orang lain. Kalau tidak beruntung, tetap semangat berkarya, dengan karya yang terbaik!

Salam hangat dan sampai jumpa lagi!

Selasa, 08 Desember 2015

Mencintai dan Memajukan Pendidikan Lewat Tulisan

Desember 08, 2015 Nahariyha Dewiwiddie
Sumber gambar: wallpapersafari.com

Sejak kecil, saya suka dunia pendidikan. Meskipun saya tidak terlahir di lingkungan pendidik, setidaknya saya berawal dari membaca. Ya, membaca tulisan-tulisan yang sarat ilmu. Kesukaan saya membaca inilah yang membawa saya menjadi pribadi yang berwawasan luas, ya kata teman sekelas saya dulu.

Selain itu, saya ingin menulis. Menulis apa yang diketahui. Makanya awalnya saya menulis puisi, tapi semenjak saya bergabung di blog sosial, saya jadi ketagihan untuk menulis dalam bentuk berbeda. Opini. Opinilah yang menjadi harapan saya, untuk negara saya yang lebih baik!

Okelaah, semenjak banting setir menulis di bidang tersebut, saya menulis di bidang hiburan, media, sosial budaya, dan tentu saja pendidikan. Kalau disederhanakan di rubrik, saya hobi dalam tiga hal tersebut: hiburan, media, dan humaniora. Tentu saja menuliskan hal-hal yang mendidik. Dan, sepanjang saya menulis opini, kebanyakan memang humaniora. Apalagi pendidikan di negeri ini yang sedang carut-marutnya, terlebih kualitasnya paling rendah sedunia!

Memang sejak dulu saya bercita-cita jadi guru. Mengajarkan dengan pengetahuan yang saya ketahui. Tapi, karena kepribadian saya yang tidak cocok menjadi guru, mimpiku untuk menjadi guru dan mengambil jurusan PGSD harus saya kubur dalam-dalam. Memang saya orangnya gak sabaran sih.... *semoga saya belajar bersabar* (mengenai pemilihan jurusan, saya ceritakan di tulisan berikutnya ya)

Pupus sudah untuk mengabdi pada dunia pendidikan lewat pekerjaan. Tapi ingin berkontribusi terhadap pendidikan tidak berhenti sampai disitu. Suatu hari saya iseng bergabung di Kompasiana, dimana saya pernah membuat tulisan tentang pendidikan. Pendidikan di kota terdekat saya (sudah dihapus dan dipindahkan di blog ini). dan pada tahun ini, saya semakin getol menuliskan tentang edukasi, ya meskipun kebanyakan di bidang media massa dan hiburan.

Sepinya berita tentang TV pada waktu itu membuat saya harus memutar otak untuk membuat opini. Mungkin berita-berita pendidikan pada waktu itu saya abaikan (terlalu fokus di bidang hiburan sih). Maka, berita tentang upacara bendera saya ketemu di google, terus saya uraikan jadi Opini. Selesai. Beruntung, sebelum itu saya sudah berpengalaman dalam upacara dan membaca sejarahnya di Kompas.com. Alhamdulillaaaah...

Habis itu, kesukaan saya menulis di bidang pendidikan semakin menjadi-jadi. Tapi kebanyakan bentuknya opini berdasarkan berita, ya! sisanya dari pengalaman dan kreativitas berpikir saya dalam menulis, berdasarkan apa yang saya baca. Baca apa sajaaaa....

Menjadi Guru Lewat Tulisan

Bagi penikmat tulisan, biasanya tulisan yang renyah akan disukai pembaca. Makanya saya mencoba belajar dan memperbaiki gaya tulisan saya menjadi enak dibaca. Guriih. Sebisa mungkin, saya akan mengemas gaya tulisan layaknya guru sedang mengajar. Tentu saja guru mengajar dengan cara yang menyenyangkan, bukan menakutkan bin killer. Begitu juga dengan tulisan, tulisan dengan gaya yang menyenangkan!

Makanya, jika saya bisa melawan kemalasan itu, menulislah setiap hari. Belajarlah untuk mememukan gaya tulisan sendiri. Dan yang perlu diingat, walaupun ada pengalaman (tentunya bukan pengalaman yang bersifat pribadi, privasi!), pastinya pengalaman yang penting untuk diketahui dan ada bumbu-bumbu tips yang bermanfaat. Jangan semuanya! Nanti seperti selebritis yang membeberkan rahasianya. Kan maluuuu.....

Bagi saya, inilah satu-satunya cara untuk bisa berkontribusi terhadap pendidikan. Menulis dan teruus menulis. Sebagai anak muda kelahiran 90-an, tentunya ada harapan besar bagi guru-guru dan pelajar masa kini, agar perilakunya tetap berhati mulia, seperti dulu.... semoga sumbangsih kecil saya lewat tulisan bisa bermanfaat bagi pendidikan, pendidikan untuk kemajuan bangsa.....


Salam hangat dan sampai jumpa lagi!

Minggu, 06 Desember 2015

Oh, Ini Toh yang Namanya Bunga Amaryllis....

Desember 06, 2015 Nahariyha Dewiwiddie



Saya baru tahu nama bunga yang satu ini. Padahal, sejak saya masih anak-anak, saya sering sekali melihat bunga ini di taman sekitar pabrik kopi tempat orang tua saya dulu bekerja, persis di depan mess pabrik orang Tionghoa yang berupa rumah. Bunga ini indaaah sekali.... cantik!

Setelah bunga ini heboh di media sosial, apalagi lokasinya di Yogyakarta nih, saya jadi terkesan dan bernolstagia pada masa lalu....

Setelah melihat nama bunga, wujud bunga yang saya lihat di artikel, saya jadi tahu nama bunga tersebut. Nama bunganya adalaaaah.... AMARYLLIS!

Padahal, saya gak tau nama bunga itu apa, orang tua saya bukan dosen biologi sih... Cuma karyawan biasa. Hehe. Taunya saya ingat nama bunga mawar, melati, bunga matahari, krisan... dan de el el. Sebagian besarnya saya gak tau, tapi perlahan-lahan saya tahu bunganya, lebih baik belajar meskipun sudah terlambat!

Bunga tersebut indah jika ditanam beberapa bunga saja, seperti yang saya temui di sekitaran rumah. Lha kalau ditanam ratusan bunga di tanah yang luas? Waaah lebih indah lagi, malah menyerupai kebun bunga lili di Belanda! Kereeen! Tapi ya harus ditata rapi dengan bentuk alur bunga yang sedemikian rupa biar menyamai taman bunga lili di negeri kincir angin tersebut. Sehingga, masyarakat bisa menikmati tanpa merusaknya! Benar ‘kan?

                                             

Nah, setelah terjadi insiden pengrusakan bunga tersebut, kabarnya dosen-dosen dari UGM akan menata bunga tersebut, ya tentu saja dari situs resminya! Mereka akan membuat penataan bunga amaryllis, disulap menjadi seperti taman bunga lili dari Belanda! Tentu saja dengan penanaman yang benar, diharapkan saat musim bunga pada tahun depan, bunga-bunga tersebut akan mekar indah sempurna!

Sekadar info nih, bunga Amaryllis kalau di sini nyebutnya bunga bakung dan lili hujan. Bungannya mekar memang pada awal musim penghujan, dan biasanya berlangsung selama maksimal 3 minggu, setelah itu, rontok dan mati! Warnanya biasanya jingga yang sangat indah dipandang!

                                               

Okelah, berkaca dari pengalaman saya nih, sebaiknya kita tahu nama-nama bunga yang ada di sekitar kita! Jangan terpaku pada bunga mawar, melati... dan sebagainya. rajin-rajin baca majalah pertanian dan berita dong, apalagi tentang bunga. Niscaya, bakal tahu nama bunga dan hal-hal lainnya! kalau misalnya nanti punya anak... keponakan... dan kerabat2 yang dekat sama kita, pas ditanya: “Bunga apa itu?” itu bunga Aster, misalnya, ‘kan anak-anak tahu. Kalau di masa depan mereka kuliah di bidang sains, terutama biologi, mereka sudah tahu dan paham nama organisme tumbuhan yang satu ini! Kalau gak kenal sesuatu, ya artinya tambah gak sayang ‘kan?

Salam hangat dan sampai jumpa lagi!




Kamis, 03 Desember 2015

Tumbuhkan Semangat Membaca Dulu, Baru Nulis!

Desember 03, 2015 Nahariyha Dewiwiddie
Sumber gambar: wide-wallpapers.net

Akhirnya, lunas juga rencana saya untuk membuat artikel ini. harap maklum kalau cuma biografi, hehe :D

Gak papa ya, pembaca, karena saya ingin memberikan yang terbaik untuk mengawali menulis di bulan ini, soalnya saya ingin berbagi apa yang belum diketahui, kebetulan saya menyukai negara Jepang dan kaguum banget sama keluarga kerajaannya!

Oke, sekadar diketahui, artikel kemarin adalah artikel spesial! Dibuat untuk menyambut hari-hari istimewa. Di awal tahun, saya pernah melengkapi banyak artikel tentang keluarga kekaisaran di Wikipedia, namun khusus untuk Pangeran Mikasa, sengaja saya tidak menulis. Mengapa?

Tahun ini, pangeran akan memasuki usia ke-100 tahun, masak iya sih usia seabad itu gak bikin artikel spesial? Gak afdoooll dong!

Dan akhirnya, rencana saya berhasil diesekusi. Horeeee!

Alhamdulillah bisa menyelesaikan menulis itu, tapi mulainya sulitnya minta ampuun. Malas. Ditambah referensi berbahasa Inggris yang seharusnya menjadi suatu tantangan, sehingga menjadi semangat!

Suatu hari, suara hati saya berkata:

"heiii... Pangeran mau ulang tahun ke 100, malah kamu malas buat artikel. Cepaaat buaaat!"

awalnya saya ragu, mengingat banyak artikel biografi gak masuk artikel pilihan. Sampai saya membaca biografi Sidik Kertapati yang masuk kolom Headline. Seharusnya ini jadi contoh dan jadi cambukan tersendiri bagi saya!

Sebenarnya, karena literaturnya bahasa Inggris, maka nulisnya pake bahasa Indonesia, bagus juga ya, biar pembacanya ngerti! Plusnya lagi, biar makin banyak tahu, makin banyak ilmu! *teringat acara tau gak sih*

Pelajaran: Jika ada ide opini, pengetahuan tentang berita dan perayaan tertentu, segera lakukan menulis agar tulisan kita dianggap aktual!! Waktu tidak akan berputar kembali!

Baca Dulu, Baru Nulis

Nah, inilah yang paling penting! Baca dahulu referensinya, lalu nulis berdasarkan gaya tulisan sendiri. masa iya nulis dengan cara nyalin referensi? memalukan!

Dulu, waktu nulis di Kompasiana lama, ada beberapa artikel yang pake cara nyalin. astaghfirulaaah... Artikel spesial yang saya buat tidak boleh ada unsur kecerobohan dan kebodohan saya dalam menulis, dalam artian artikel harus ditulis sendiri!

Makanya dalam beberapa hari yang lalu, saya sengaja mengurangi interaksi di Kompasiana, khawatir lupa waktu untuk buat artikel baru. olah karenanyaaa... saya menyisihkan waktu untuk menerjemahkan referensi, baca biar benar2 paham. beruntung ada beberapa bagian yang pernah saya baca, dan sudah tahu, yaitu keluarga pangeran mikasa. mantapin dulu materinya!

habis itu, nulis aja. saya saja sampai nulis dua kali biar benar2 murni tulisan saya sendiri, ya meskipun ada bagian yang salah, terbalik, lalu saya perbaiki. Terus terang saja, buat artikel biografi susah2 gampang... apalagi saya sadar itu, kalaupun ditetapkan jadi Headline nanti atau dinikmati oleh pembaca, saya siap. makanyaa, saya perlu hati-hati lagi dalam menulis...

Nah, itulah pelajaran yang dipetik dari pembuatan tulisan biografi spesial. Semoga bermanfaat #ngacadiri

Salam hangat dan sampai jumpa lagi!

Senin, 23 November 2015

Punggur, Antara Swasembada Beras dan Peralihan Lahan Menjadi Kebun Nanas

November 23, 2015 Nahariyha Dewiwiddie

Saat saya pergi ke Kampung Tanggulangin-ibukota kecamatan Punggur, Lampung Tengah, ada sebuah tugu yang didirikan di pertigaan  jalan, menuju Kotagajah dan Gunung Sugih. Ya, apalagi kalau bukan Tugu Nanas. Begitu bangganya saya, mengingat salah satu desa di kecamatan ini, memang salah satu desa sentra perkebunan nanas di Lampung.

Namun, setelah membaca berita online, barulah saya mengetahui, bahwa banyak petani padi di kecamatan Punggur, yang beralih ke penanaman nanas. Perawatan yang tidak terlalu sulit dan harga jual yang menguntungkan petani, menjadi alasannya. Hal ini bertolak belakang dengan rencana Jokowi untuk kembali menswasembada beras, pada tahun 2017, ditambah lagi dengan harga beras yang semakin mencekik masyarakat.

Memang, saya senang kecamatan tempat saya tinggal bakal menjadi sentra perkebunan nanas lewat monumen buah nanas ini, namun alangkah baiknya jika lahan yang ada di Kecamatan Punggur khususnya, dan di negeri ini pada umumnya, dibagi secara adil dan merata untuk penanaman padi, palawija, sayuran, dan buah-buahan. Jika tidak seimbang, nanti masyarakat mau membeli beras, dan kebutuhan pokok lainnya, dari mana?

Sungguh disayangkan, jika rencana Jokowi untuk meningkatkan hasil tanam padi di negeri ini, justru ditinggalkan petani malah menjadi petani nanas. Seharusnya petani jika bisa, tetap menanam padi, ditambah dengan menanam beras. Jadi, stok beras untuk konsumsi rakyat tetap terjaga, sekaligus tetap dipertahankan sebagai sentra perkebunan nanas.

Sekarang pun rakyat masih menjerit dengan naiknya harga beras, dan sepatutnya hal ini menjadi perhatian dari pemerintah, apalagi para petani. Bayangkan! Di negeri ini, kalau bukan petani yang susah payah merawat padi menjadi gabah, siapa lagi? Daripada bergantung pada impor yang tidak sudah-sudah, lebih baik dihasilkan dari negeri sendiri.

Ya, begitulah kenyataannya, ketika padi tidak menjadi tanaman ‘menguntungkan’ bagi petani, dan sebaliknya, melirik tanaman yang dianggap lebih menjanjikan. Tidak hanya itu, banyak petani yang menyerah dalam mengelola sawah dan dijual tanahnya untuk keperluan lain. Seharusnya ini menjadi tamparan bagi semua pihak agar Indonesia membawa prestasi dalam pertanian, mencapai swasembada beras kembali, sejak tahun 1984 lalu.

Semoga, keadaan ini bisa diperhatikan oleh pemerintah agar produksi beras di Indonesia semakin meningkat dan tidak bergantung pada impor.

Minggu, 15 November 2015

Saya Dapat Ide Menulis Setelah Makan Kacang Pistachio dan Kuaci!

November 15, 2015 Nahariyha Dewiwiddie
 
sumber gambar: wallpaperscraft.com

Yaaa, ketemu lagi dengan tulisan saya di blog ini. kali ini, saya akan berbagi pengalaman yang pernah saya rasakan tentang memakan kacang yang lumayan mahal tapi khasiatnya... ya jangan diragukan lagi! Yup, kacang pistachio! Siapa sih yang kenal kacang impor ini? pasti diantara kalian yang pernah memakannya, bukan?

Bagi saya, ini pengalaman pertama memakan kacang sehat berwarna hijau ini. sebelumnya, saya tentunya pernah dong, makan kacang tanah, mete, almond, kacang kedelai, kacang hijau, sampai mengonsumsi kuaci biji labu dan bunga matahari. Kebetulan, saat saya jalan-jalan sama kakek dan nenek tiri saya di sebuah supermarket di kota kecil, kota Metro, kebetulan, saya menemukan kemasan warna hijau yang ada kacang pistachio. Haaah? Pistachio! Kayaknya ini belum pernah deh saya makan!

Setelah mengambil produk tersebut, barulah saya membayarnya di kasir beserta beberapa barang lainnya. waktu itu sih saya gak tahu harganya, sampai saya mengetahui satu kemasan kacang pistachio ini, harganya 35ribu per satu kemasan! Lumayan mahal memang, secara, ya kacang impor!

Karena penasaran dengan rasanya, saya buka kemasan di sebuah restoran lalu saya kupas kulit putih kerasnya. Kemudian, bijinya yang warna hijau itu saya makan. Ohhh, enak dan gurih!

Setelah lewat sehari, tiba-tiba saya mendapat ide untuk menulis lagi! Waktu itu, saya belum dapat inspirasi setelah saya lama tidak menulis, selama beberapa hari, saya terbayang pada sesuatu yang pernah saya baca, setelah memandang bendera merah putih!

Nah, menurut yang pernah saya baca di olvista.com, kacang pistachio mengandung mineral tembaga, nah tembaga itu baik lho untuk transmisi syaraf di otak.... ohhh, pantas saja!

Selain itu, akhir-akhir ini saya makan kuaci bunga matahari.... enaaaak! Setelah baca berita, saya dapat ide terus saya butuh waktu untuk mengumpulkan bahannya untuk menulis, daaaan saya bisa menuliskannya dengan lancar!

Oiyaa, menurut yang pernah saya baca di Internet, sinarharapan.co, kuaci bunga matahari mengandung vitamin B kompleks dan B6, jadi bagus untuk meningkatkan kapasitas memori, kecerdasan dan sangat berguna deh bagi kinerja otak! oooh.....

Inilah bukti yang pernah saya rasakan setelah makan kacang pistachio dan kuaci, mau manfaat yang lebih banyak lagi? Silakan cari di mesin pencari yaaa... ayo, sekali-sekali, makan camilan yang sehat ini....

Salam hangat dan sampai jumpa lagi!

Selasa, 10 November 2015

Efek dari Membaca, Bisa Dirasakan Nanti!

November 10, 2015 Nahariyha Dewiwiddie
Sumber gambar: fanpop.com

Waktu saya menuliskan opini tentang kepindahan kewarganegaraan, secara tiba-tiba saya teringat apa yang pernah saya baca tentang salah seorang WNI yang tinggal di Inggris di Harian Kompas. Iya, apa yang saya baca itu dapat memperkaya saya dalam membuat opini.

Dan tidak hanya itu, saya pernah membaca tentang event Kompasianival, lalu saya baca tentang ciri-ciri introvert. Dari situlah saya dapat ide, dan akhirnya saya gabung hingga dihasilkan artikel ini. ternyata, apa yang saya baca itu, tidak sia-sia, malah jadi bermanfaat, bukan?

Daaan, masih banyak lagi pengalaman bermanfaat yang didapat dari membaca!

“Membaca adalah jendela dunia”

Kalau kalimat di atas sih gak usah diragukan lagi! Membaca, baik membaca buku maupun situs online yang terpercaya itu bisa membuka pikiran kita dan bisa merasakan pengalaman orang lain. Kita tidak perlu pergi ke suatu tempat untuk merasakan pengalaman itu!

Walaupun tidak bisa dirasakan sekarang, efek dari membaca bisa dirasakan nanti, ketika menuliskan opini yang berkaitan dengan apa yang kita baca. Iya dong! Karena untuk bisa menulis, apalagi menulis yang berbobot, butuh membaca yang lebih banyak! Jangan Cuma jalan-jalan aja dan hadiri seminar doang....

Banyak lho penulis-penulis sukses dan berbakat yang justru gemar membaca dalam kesehariannya. Jangan jauh-jauh deh! Pengelola Kompasiana, kang Pepih Nugraha saja adalah seorang yang gemar membaca. Pantas saja ketika saya membaca tulisan di Nextren maupun di buku karya beliau, pasti bukan sembarang tulisan, kecuali berdasarkan apa yang beliau pernah baca. Tulisan-tulisan beliau memberi saya pengetahuan baru karena tulisan beliau bagi saya itu “aktual”

Alhamdulillah, sejak kecil saya suka membaca dan kenal dengan buku. Hanya saja perlu pembiasaan lebih dalam membaca di media cetak, terutama buku yang berkualitas supaya pengetahuan saya bertambah luas. Dan, berkat kesukaan tersebut, banyak keuntungan yang saya peroleh seperti yang telah saya jelaskan di atas. gak ada ruginya!

Ayo, teman-teman! Daripada bengong dan gaul dengan teman gak jelas, ganti temannya dengan buku! Dijamin, buku tidak akan memperbudakmu, bahkan buku akan membimbingmu untuk menambah ilmumu untuk melakukan sesuatu!

Salam hangat dan sampai jumpa lagi!

Senin, 09 November 2015

Aku Ingin Jadi Penulis Seperti Kang Pepih!

November 09, 2015 Nahariyha Dewiwiddie



Salah satu isi buku Kompasiana Etalase Warga Biasa/Dokpri

Bergabungnya saya dan menulis di Kompasiana itu membuat saya penasaran tentang asal mulanya blog keroyokan terbesar di negeri ini. Tentunya, saya tidak puas tentang sejarah Kompasiana yang tercantum pada situsnya. Seketika saya akan mencari web yang banyak membahas tentang sejarah Kompasiana.

Lewat mesin pencari, saya menemukan banyak website dan blog yang membahas tentang sejarah Kompasiana, yang rata-rata pada bermuara pada satu buku: Kompasiana Etalase Warga Biasa. Sayangnya, penjelasan tersebut hanyalah sebuah resensi. Sehingga, jika ingin mengetahui secara keseluruhan, saya harus membelinya. Oiya, lewat resensi-resensi tersebut, saya mengetahui siapa pendiri Kompasiana itu, Kang Pepih Nugraha, wartawan harian Kompas.

Karena terbitnya pada tahun 2013, mustahil saya mendapatkannya di Toko Buku Gramedia. Padahal, saya baru mengetahuinya ya pada awal tahun ini. Terpaksa saya untuk memesan lewat Gramedia Online untuk yang kedua kalinya. Untungnya persediaan masih ada, alhamdulillah!

Bulan April, saya memesan buku tersebut dan saya membayarnya di Bank. Tidak sampai seminggu, saat saya menulis, tiba-tiba ada pesan yang menyuruh saya mengambilnya di kantor jasa pengiriman. Waah, saya tidak sabar untuk membacanya!

Membaca buku tersebut bagi saya membutuhkan waktu seharian. Soalnya, selain bahasanya yang enak dibaca dengan gaya penuturannya, rasa penasaran yang kuat terhadap Kompasiana itu membuat saya melahap habis buku karya beliau.

Nah, buku ini menceritakan bagaimana pergulatan Kang Pepih sebagai penulis buku ini dan pendiri Kompasiana dalam membangun dan membesarkan Kompasiana sebagai blog jurnalis pada mulanya, kemudian dibuka sebagai blog untuk umum pada tanggal 22 Oktober 2008. Tanggal itulah yang dijadikan sebagai tanggal lahirnya Kompasiana.

Ternyata, untuk membangun Kompasiana hingga menjadi besar seperti sekarang ini, tidaklah mudah. Dibutuhkan kesabaran dan perhitungan tingkat tinggi, termasuk ilmu marketing yang baik di dalamnya. Bahkan, dalam membangun blog keroyokan ini, sebutan Pepihsiana yang bernuansa olokan itu justru memotivasinya untuk membangun social blog yang luar biasa, tentunya setelah membaca buku yang membangkitkan semangatnya dalam mengurus blog Kompasiana ini. Dikemas dengan bahasa yang renyah, buku ini seolah-olah menceritakan dirinya dalam membangun blog Kompasiana sejak kelahirannya hingga memasuki usia kelimanya.

Oiya, tentang Kang Pepih itu, saya telah membacanya di beberapa artikel, termasuk di fanpage beliau Nulis bareng Pepih. Yang paling saya kagum adalah sejak kecil beliau gemar membaca sampai sekarang. Wah! Beliau juga sejak kecil gemar menulis sejak masih sekolah hingga kuliah, dan beberapa karyanya dimuat di berbagai media massa. Beliau pernah menuturkan pada salah satu statusnya, bahwa bakat menulisnya turun dari ayahandanya yang menulis dengan bahasa Sunda yang bagus.

Pantas saja karena gemar membaca dan menulis, apalagi setelah jadi jurnalis, kemampuan menulis kang Pepih semakin berkembang, malah tulisannya semakin kaya dan berbobot. Meskipun demikian, beliau tidak pelit dalam membagi ilmu menulis lewat fanpagenya.... salut... ^_^ Saya jadi terinspirasi jadi penulis sebagus Kang Pepih nih!

Jika Kompasianer Guru Ngeblog 2012, Omjay saja belajar lebih banyak menulis dari Kang Pepih, apalagi saya yang ‘masih bodoh’ dan hanya lulusan sekolah menengah. Saya perlu banyak latihan dan belajar menulis nih, supaya tulisan saya semakin berkualitas dan enak dibaca. Jangan lupa juga, perbanyak membaca, apalagi membaca buku! Hehe :D

Kang Pepih, saya belajar banyak ilmu menulis dari Anda, terima kasih atas ilmu dan pengabdiannya selama ini. Semoga Anda selalu sehat dalam berkarya dan mengelola Kompasiana tercinta ini, serta selalu berbagi dalam ilmu kepenulisan...

*Dituliskan untuk mengikuti Gramedia Blog Competition, November 2015


Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini