Teman-teman Dupasat di SMAN 1 PUNGGUR Lamteng/dok. Dupasat dengan edit seperlunya |
XII IPA 1, yang juga disebut Dupasat, memang bukan kelas
unggulan, kumpulan siswa-siswi yang cerdas di atas rata-rata. Tapi, soal kekompakannya,
jangan ditanya! Bagiku, di kelas itulah saya diterima dan diperlakukan layaknya
anggota keluarga dengan baik, bukan sekadar karena ada sahabat setiaku yang
baik hati. Faktor itulah yang membuatku sangat bahagia.
Teman-temanku memang sangat baik, meskipun ada hal-hal yang
membuat mereka kurang akrab denganku. Mungkin saya orangnya serius ya. Di kelas ini pulalah, saya diajarkan
untuk saling berbagi, contohnya saat istirahat tiba dan kami membawa bekal ke
sekolah, mereka dengan senang hati menukar menu makanan dan saling mencicipi. Gara-gara
hal itu, saya tahu rasanya makan kacang koro, sayur pakis, dan berbagai macam
makanan yang tidak saya sebutkan satu per satu.
Saat kami berada di dalam kelas, nonton bareng film maupun
dokumenter rasanya seruuuu banget! Begitupun ketika kami merasakan lelah,
sehingga tiduran di ruang kosong di belakang bangku kelas. Kebersamaan kami,
para alumni IPA 1 tak berhenti hanya di dalam kelas, di luar kelas pun kami
tetap kompak, tak terpisahkan satu anggota pun.
Saya teringat, saat kelas kami keluar sebagai juara lomba
kebersihan kelas. (Wakil) ketua kelas menawarkan beberapa pilihan yang
akhirnya, kami berpesta, makan-makan di rumah wali kelas! Lagi, saya pun merasa
dilibatkan di dalamnya, kebagian tempat untuk bonceng motor, karena jarak
sekolah ke rumah wali kelas yang cukup jauh.
Dan tahukah kalian, wali kelasku itu seorang guru
Matematika, mata pelajaran yang sering menjadi momok bagi kami. Di samping itu,
beliau juga seorang guru agama Kristen di sekolahku, ya meskipun di kelas kami
yang berjumlah 29 siswa itu, hampir semuanya muslim, dan hanya satu siswi yang
beragama Katolik. Oiiii, betapa
indahnya kebersamaan itu!
Selain bersilaturahmi ke rumah wali kelas, kami juga
berkelana ke beberapa rumah guru lainnya. Bahkan, sebelum kami masuk ke rumah
guru Fisika, kami sempat mencicip jambu biji yang memang tumbuh dari pohon, di
depan rumah. Memang, walaupun kami kadang bandel, toh kami tidak melupakan guru-guru yang mengajarkan kami ilmu yang
bermanfaat.
Ya, tidak hanya teman-teman yang merasakan hawa kebersamaan
itu. Saya sendiri merasa terbayang dengan kata-kata teman sekelas yang menjadi
penyemangat dalam setiap langkahku, karena saya menyadari kalimat mereka yang dibisikkan padaku benar adanya. Bagaimana tidak, saat duduk bersama teman
sebangku, dia pernah mengatakan padaku, bahwa diriku punya kelebihan di bidang
bahasa. Begitu pula ketika saya baca dokumen Cerita di Akhir Sekolah yang menggambarkan diriku sebagai pribadi
yang unik, baik, dan berwawasan luas.
Dua kalimat itulah yang mengantarku cukup sukses di dunia
kepenulisan—dunia blogging lebih
tepatnya—meskipun saya merasa belum apa-apanya dibanding blogger yang cukup piawai menulis dengan sangat mendalam, apalagi
yang sering menang lomba blog! Pemikirannya yang cukup unik, berwawasan (karena
saya rajin baca), serta kemampuan menyusun beragam diksi itulah yang membuat
tulisan saya cukup diterima baik oleh para pembaca, ya walaupun diriku merasa
belum puas atas hasil tulisanku itu.
Hmmm, benar juga ya,
kata-kata adalah sebuah doa!
Setelah lebih dari 2 tahun berpisah, saya masih berpikir,
bagaimana kabar teman-temanku sekarang ini. Ya, mereka telah berpencar ke
mana-mana. Dan yang kuliah di universitas, kebanyakan dari mereka memilih
menjadi guru. Ada juga yang kuliah perbankan, ekonomi Islam, dan jurusan
pertanian. Banyak dari mereka yang bekerja di luar kota, bahkan ada yang sampai
di Pulau Jawa. Dan, saya sendiri adalah satu-satunya alumni Dupasat yang suka ngeblog—menulis
di dua blog (Kompasiana dan blog pribadi), di samping merangkap jadi mahasiswi Perpustakaan.
Oke, sekian dulu ceritaku bersama mereka, The Family of Dupasat. Lain kali, kalau
lagi kangen-kangenan, jangan lupa, buka album kenangan!
0 komentar:
Posting Komentar