Halo atlet-altet Indonesia yang kubanggakan!
Apa kabar hari ini? Mudah-mudahan, kalian baik-baik saja, bukan?
Oh ya, bentar lagi kita semua akan menyambut hari raya Idul
Fitri, ‘kan? Yeaaay, aku juga begitu. Lebih gembira lagi, tahun ini aku akan
mudik ke pulau Jawa; ke kampung halaman papa dan rumah kerabat dari mama. Tapi....
Kurasa, kalian tak bisa melakukan hal yang sama denganku.
Bahkan, kalian harus mengorbankan diri untuk tidak berkumpul dengan keluarga. Eitts, bukan karena tidak mau atau
egois. Namun, ini semua kalian dilakukan demi NAMA BANGSA!
Aku tahu, tepat pada hari Lebaran, kalian harus bertandang
ke luar negeri untuk mengikuti lomba atletik. Bahkan, sebagian dari kalian pada waktu tertentu harus rela mengikuti latihan-latihan dan perlombaan baik, baik
di negeri sendiri maupun sebagai tamu di negeri orang. Ya begitulah kehidupan
kalian sebagai atlet yang harus dihadapi. Namun, di balik itu, yakinlah suatu
saat akan dibayar dengan hasil terbaik yaitu medali emas. Percayalah, kalian
pasti bisa!
***
Hmmm, kalau soal
perjuangan kalian dalam meraih gelar juara, aku jadi teringat pada masa
kecilku. Entah kenapa, aku malah (lumayan) suka dengan dunia olahraga. Dunia
yang tak semua rakyat negeri ini menaruh hati padanya, malah berpaling pada
politik yang lebih menawan.
Kurasa, aku terbawa arus dari papa yang suka dunia bola dan
juga pernah jadi atlet catur dan mewakili pekan olahraga se-provinsi. Tapi, aku
melihat dunia olahraga ini, lebih dari itu. Ia adalah sejenis sihir yang ampuh
dalam menumbuhkan rasa nasionalisme di hatiku, selain keberagaman yang mengalir
dalam diri dan kujumpai di sekitarku.
Ah, kalau kalian tahu, aku yang baru lulus SD sepuluh tahun
yang lalu, sudah terkena demam “Thomas and Uber Cup 2008” yang kala itu dihelat
di Jakarta. Aku jadi tergirang dengan menyaksikan perjuangan pendahulu kalian
di televisi, lalu membawaku ikut bermain bulutangkis dengan teman-teman
sepermainan di halaman semen dalam lingkungan pabrik dimana dulu keluargaku
pernah tinggal di sana. Seru deh pokoknya!
Nah, ceritaku
tentang hal ini tak cukup sampai di sini. Setiap ada Indonesia Open, aku hampir
tak ketinggalan menontonnya, apalagi kalau bukan permainan apik dari Taufik
Hidayat, wooow.... Dan, tak hanya
itu, pada final Olimpiade tahun 2016 lalu aku bahkan rela begadang sampai
melewati pukul 12 tengah malam, demi melihat penampilan terbaik Owi/Butet yang
mampu melibas lawan sampai bisa merebut medali yang bisa mempertautkan tradisi
emas yang sempat terputus pada empat
tahun sebelumnya.
Oh ya, apakah aku hanya menyaksikan perjuangan kalian pada cabang
olahraga bulutangkis? Tidak! Aku juga menyaksikan timnas bertanding pada dunia
sepakbola.
Hah, sepakbola? Enggak
salah nih, padahal kamu ‘kan perempuan, masa’ olahraga laki-laki kamu suka?
Lagi, dan lagi, rasa nasionalisme yang ditawarkan olahraga
mampu meruntuhkan tembok pemisah yang dibangun oleh faktor apa pun, termasuk
gender. Ya, tidak salah lagi. Demi kebesaran nama bangsa dan negara kita
tercinta. Pastinya, rasa kebangsaan akan tanah air tempat saya lahir dan
dibesarkan ini, semakin terbuncah kala para supporter bulutangkis meneriakkan
yel-yel “IN-DO-NE-SIA”, serta para pecinta timnas yang menyanyikan lagu “Garuda di
Dadaku” untuk membangkitkan semangat juang para atlet-atlet yang berjuang demi
nama negeri ini. Dahsyaaaat!
Lalu, setelah itu kabar perjuangan kalian akan tersebar di
mana-mana. Aku pun tak mau ketinggalan. Aku merasa dibuntuti oleh berita
tentang All England, Indonesia Open, Thomas & Uber Cup, Piala Sudirman, Kejuaraan
Dunia, Timnas Indonesia, Asian Games dan Olimpiade, yang kesemuanya ini
mendorongku untuk “mencuri” berita-berita itu. Upps, bukan mencuri kabar
secara ilegal ya, hahaha. Tapi, aku
ingin tahu secepatnya, hasil yang kalian dapatkan, apakah kalian menang
membanggakan, atau justru terima kekalahan dengan kelapangan batin.
***
Duhai para atlet-atletku yang sedang berjuang merebut mimpi,
Sekarang, waktu demi waktu telah berlalu. Tak terasa tahun
2018 ini telah tiba dan melewati hampir separuhnya. Namun, tahun ini ada yang
istimewa, deh. Ya, bagaimana tidak
wahai para atletku, kami akan menggelar pesta untuk menjamu atlet-atlet terbaik
se-Asia, termasuk kalian di rumah sendiri. Ya apalagi, kalau bukan Asian Games
2018!
Tapi, apakah kami membayangkan jamuan itu seperti
makan-makan di suatu tempat? Bukan itu! Melainkan, kami akan menyuguhkan kalian
dan para tamu dalam bentuk pertandingan. Ya, pertandingan olahraga! Di sinilah mereka
akan unjuk kebolehan dan kemampuan terbaik, siapa yang berhak, dan layak
diberikan hadiah tertinggi berupa medali emas!
Kalian pun sama, wahai atlet-atlet Indonesiaku. Tapi,
persaingan yang makin ketat janganlah sampai optimisme kalian terbang melayang.
Aku yakin, dengan perjuangan yang lebih jujur dan sportif, latihan yang lebih
keras, dan “meminjam” kekuatan Tuhan lewat lantunan doa, kalian pasti bisa,
pasti bisa! Sehingga, target 10 besar perolehan medali dari seluruh Asia, tak
hanya sebatas gambaran di ruang ingatan kalian.
***
Wahai atlet-atlet yang disayangi Ibu Pertiwi,
Asian Games 2018 kian mendekat dan mendekat. Kalian sudah
mempersiapkan amunisi untuk berjuang membela nama bangsa. Ya, di “medan perang”
olahraga sesungguhnya, di mana dua kota tuan rumah pilihan telah disiapkan untuk menjadi
saksinya, Jakarta dan Palembang.
Hmmm, menyebut
nama kota terakhir ini membuatku terbawa perasaan, duhai atlet-atletku. Ya,
bagaimana tidak, soalnya Palembang adalah kota kelahiranku yang telah
memberikan banyak kenangan dan suasana khasnya tak akan bisa tergantikan dalam
hatiku. Pokoknya, menyaksikan Asian Games 2018 di kampung halaman sendiri
adalah salah satu impianku yang harus diwujudkan!
Makanya, aku bertekad untuk datang dan #dukungbersama
masyarakat lain yang datang dan berada di kota Pempek untuk menyaksikan
perjuangan kalian untuk mengharumkan negeri kita, pada pertandingan olahraga
terbesar se-Benua Asia ini. Walaupun di bumi Sriwijaya ini, adalah kota tuan
rumah pendukung dan kurang lebih ada 13 cabang olahraga yang digelar.
Kalian tahu, mengapa aku tetap bertekad untuk wajib hadir sekaligus
mudik di tanah kelahiranku saat games
times, yang akan dibuka pada 18 Agustus nanti?
Semua ini, karena cinta.
Rasa-rasanya, perhelatan Asian Games di kota Palembang telah berhasil merayuku
untuk kembali pulang. Kembali karena cinta. Cinta pada kampung halaman yang
terikat dalam hatiku, dan juga pada kalian yang butuh suntikan semangat dari
kami yang hadir di venue
pertandingan, agar kalian—seperti yang kuharapkan—bisa mendulang medali emas
lebih banyak lagi, wahai atlet-atlet kebanggaanku.
Oke, demi rasa cinta pada kota kelahiran dan negeri sendiri,
kutunggu perjuangan kalian saat waktu pertandingan tiba, menjadi saksi Asian Games di kota Palembang!
Muaaachh! ❤❤❤
Salam cinta,
Nahariyha Dewiwiddie
0 komentar:
Posting Komentar