Senin, 09 November 2015

Tagged Under:

Aku Ingin Jadi Penulis Seperti Kang Pepih!

Share



Salah satu isi buku Kompasiana Etalase Warga Biasa/Dokpri

Bergabungnya saya dan menulis di Kompasiana itu membuat saya penasaran tentang asal mulanya blog keroyokan terbesar di negeri ini. Tentunya, saya tidak puas tentang sejarah Kompasiana yang tercantum pada situsnya. Seketika saya akan mencari web yang banyak membahas tentang sejarah Kompasiana.

Lewat mesin pencari, saya menemukan banyak website dan blog yang membahas tentang sejarah Kompasiana, yang rata-rata pada bermuara pada satu buku: Kompasiana Etalase Warga Biasa. Sayangnya, penjelasan tersebut hanyalah sebuah resensi. Sehingga, jika ingin mengetahui secara keseluruhan, saya harus membelinya. Oiya, lewat resensi-resensi tersebut, saya mengetahui siapa pendiri Kompasiana itu, Kang Pepih Nugraha, wartawan harian Kompas.

Karena terbitnya pada tahun 2013, mustahil saya mendapatkannya di Toko Buku Gramedia. Padahal, saya baru mengetahuinya ya pada awal tahun ini. Terpaksa saya untuk memesan lewat Gramedia Online untuk yang kedua kalinya. Untungnya persediaan masih ada, alhamdulillah!

Bulan April, saya memesan buku tersebut dan saya membayarnya di Bank. Tidak sampai seminggu, saat saya menulis, tiba-tiba ada pesan yang menyuruh saya mengambilnya di kantor jasa pengiriman. Waah, saya tidak sabar untuk membacanya!

Membaca buku tersebut bagi saya membutuhkan waktu seharian. Soalnya, selain bahasanya yang enak dibaca dengan gaya penuturannya, rasa penasaran yang kuat terhadap Kompasiana itu membuat saya melahap habis buku karya beliau.

Nah, buku ini menceritakan bagaimana pergulatan Kang Pepih sebagai penulis buku ini dan pendiri Kompasiana dalam membangun dan membesarkan Kompasiana sebagai blog jurnalis pada mulanya, kemudian dibuka sebagai blog untuk umum pada tanggal 22 Oktober 2008. Tanggal itulah yang dijadikan sebagai tanggal lahirnya Kompasiana.

Ternyata, untuk membangun Kompasiana hingga menjadi besar seperti sekarang ini, tidaklah mudah. Dibutuhkan kesabaran dan perhitungan tingkat tinggi, termasuk ilmu marketing yang baik di dalamnya. Bahkan, dalam membangun blog keroyokan ini, sebutan Pepihsiana yang bernuansa olokan itu justru memotivasinya untuk membangun social blog yang luar biasa, tentunya setelah membaca buku yang membangkitkan semangatnya dalam mengurus blog Kompasiana ini. Dikemas dengan bahasa yang renyah, buku ini seolah-olah menceritakan dirinya dalam membangun blog Kompasiana sejak kelahirannya hingga memasuki usia kelimanya.

Oiya, tentang Kang Pepih itu, saya telah membacanya di beberapa artikel, termasuk di fanpage beliau Nulis bareng Pepih. Yang paling saya kagum adalah sejak kecil beliau gemar membaca sampai sekarang. Wah! Beliau juga sejak kecil gemar menulis sejak masih sekolah hingga kuliah, dan beberapa karyanya dimuat di berbagai media massa. Beliau pernah menuturkan pada salah satu statusnya, bahwa bakat menulisnya turun dari ayahandanya yang menulis dengan bahasa Sunda yang bagus.

Pantas saja karena gemar membaca dan menulis, apalagi setelah jadi jurnalis, kemampuan menulis kang Pepih semakin berkembang, malah tulisannya semakin kaya dan berbobot. Meskipun demikian, beliau tidak pelit dalam membagi ilmu menulis lewat fanpagenya.... salut... ^_^ Saya jadi terinspirasi jadi penulis sebagus Kang Pepih nih!

Jika Kompasianer Guru Ngeblog 2012, Omjay saja belajar lebih banyak menulis dari Kang Pepih, apalagi saya yang ‘masih bodoh’ dan hanya lulusan sekolah menengah. Saya perlu banyak latihan dan belajar menulis nih, supaya tulisan saya semakin berkualitas dan enak dibaca. Jangan lupa juga, perbanyak membaca, apalagi membaca buku! Hehe :D

Kang Pepih, saya belajar banyak ilmu menulis dari Anda, terima kasih atas ilmu dan pengabdiannya selama ini. Semoga Anda selalu sehat dalam berkarya dan mengelola Kompasiana tercinta ini, serta selalu berbagi dalam ilmu kepenulisan...

*Dituliskan untuk mengikuti Gramedia Blog Competition, November 2015


2 komentar:

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini